Indonesia mengambil peran pelopor dalam menerapkan mekanisme penetapan harga karbon sebagai bagian dari komitmennya terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan di tengah tantangan perubahan iklim global.
Ringkasan Singkat:
- Presiden Indonesia, Joko Widodo, baru-baru ini mengesahkan peraturan tentang Nilai Ekonomi Karbon, memposisikan negara sebagai pemimpin global dalam aksi iklim berbasis pasar.
- Melalui target yang ambisius, Indonesia bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan pada tahun 2030 dan mencapai Emisi Nol Bersih pada tahun 2060.
- Pengenalan mekanisme penetapan harga karbon, termasuk perdagangan karbon dan pajak karbon, menyoroti strategi Indonesia untuk menggabungkan keberlanjutan lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi.
Pada 14 Januari 2025, Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk memerangi perubahan iklim melalui peluncuran inisiatif “Perdagangan Karbon Internasional”, yang diadakan di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Selama pertemuan pra-sesi, Deputi Pengendalian Perubahan Iklim, Ary Sudjianto, mengungkapkan antusiasme yang meningkat di antara sektor publik dan swasta mengenai perdagangan karbon.
“Seperti yang kita tahu, ada minat publik yang substansial dalam perdagangan karbon. Namun, kita perlu strategi yang efektif untuk mengoptimalkan momentum ini,” kata Ary. Pertemuan ini merupakan langkah penting menuju peluncuran resmi pasar karbon Indonesia pada 20 Januari 2025, dengan harapan dapat memperdagangkan kredit karbon senilai sekitar IDR 55.237 triliun. Sejak dimulainya bursa karbon pada September 2023, volume perdagangan telah mencapai 1.040 juta tCO2e.
Inisiatif ini sejalan dengan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Indonesia yang ditingkatkan untuk tahun 2030, yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% secara domestik dan 43,20% dengan dukungan internasional. Pengenalan kerangka hukum yang kuat melalui Peraturan Presiden No. 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon menegaskan kesiapan negara untuk terlibat dalam pasar karbon internasional.
Lebih lanjut, Ary menekankan pentingnya dasar regulasi yang kuat, sistem pemantauan yang transparan, dan komitmen kolaboratif dari semua pemangku kepentingan, dengan menyatakan, “Ini adalah tonggak penting bagi Indonesia. Bersama-sama, kita dapat menavigasi kompleksitas perdagangan karbon internasional.” Platform IDXCarbon, yang dikembangkan oleh Bursa Efek Indonesia (IDX), siap untuk memfasilitasi transaksi internasional ini.
Rencana Aksi Pengendalian Perubahan Iklim Nasional (RAN-GRK) bertujuan untuk mencapai pengurangan emisi yang signifikan dengan mengoptimalkan mekanisme perdagangan karbon. Regulasi Indonesia menetapkan persyaratan pemantauan dan validasi yang ketat untuk memastikan kredibilitas dan transparansi dalam kredit karbon. Kerangka hukum yang luas juga berupaya untuk mengintegrasikan sektor-sektor baru, termasuk industri kelautan dan hulu minyak dan gas, ke dalam strategi aksi iklim yang lebih luas di negara ini.
“Mencapai target NDC kita memerlukan upaya bersama dari berbagai sektor,” tegas Drasospolino, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Berkelanjutan KLHK, selama lokakarya terbaru di Makassar. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 29% secara mandiri dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 dan telah menyusun ulang tujuan ini dalam strategi jangka panjang mereka.
“Komitmen Indonesia untuk pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan menunjukkan tanggung jawab kita untuk mendorong masa depan yang berkelanjutan,” kata Drasospolino.
Mekanisme penetapan harga karbon yang diadopsi termasuk sistem perdagangan emisi yang mewajibkan perusahaan untuk mencapai batas pengurangan emisi tertentu. Ini memungkinkan perusahaan yang melebihi ambang batas emisinya untuk membeli kredit karbon dari entitas yang lebih patuh. Instrumen non-perdagangan di bawah kerangka penetapan harga karbon juga termasuk pajak karbon, yang diharapkan dapat memperkenalkan aliran pendapatan yang andal untuk inisiatif iklim di Indonesia.
Untuk mendukung transisi ini, berbagai insentif telah diluncurkan di tingkat fiskal, termasuk manfaat pajak untuk investasi hijau, penyaluran pembiayaan iklim ke kementerian dan pemerintah daerah, dan menerapkan tujuan pembangunan berkelanjutan melalui kemitraan dengan entitas global seperti Dana Iklim Hijau (GCF). Regulasi pajak terbaru sejalan dengan tren global dalam penetapan harga karbon dan menyelaraskan Indonesia dengan ekonomi maju yang mengadopsi mekanisme serupa.
“Pengenalan pajak karbon akan terjadi secara bertahap, memastikan ia sejalan dengan pemulihan ekonomi kita pasca-COVID-19,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pidatonya.
Selain memenuhi komitmen globalnya, dorongan Indonesia menuju investasi hijau dan dekarbonisasi juga didukung oleh berbagai inisiatif strategis. Pemerintah membayangkan bahwa sektor-sektor seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik akan berkembang, yang pada akhirnya meningkatkan penciptaan lapangan kerja dan diversifikasi ekonomi.
Dalam menghadapi kolaborasi pemangku kepentingan, beragam perwakilan dari berbagai sektor, termasuk energi, keuangan, dan LSM lingkungan, menghadiri pertemuan pra-sesi, menunjukkan pendekatan komprehensif untuk memerangi perubahan iklim. Upaya kolektif ini bertujuan untuk membangun ekosistem yang kuat untuk perdagangan karbon sambil memastikan integritas lingkungan.
Tindakan konkret untuk memenuhi target NDC lebih lanjut dijelaskan dengan pengenalan praktik berkelanjutan dalam pengelolaan hutan dan lahan. Pemerintah telah menggariskan langkah-langkah untuk memulihkan area hutan yang terdegradasi, membangun hasil hutan yang berkelanjutan, dan meningkatkan inisiatif kehutanan komunitas, yang secara kolektif bertujuan untuk mengurangi tingkat deforestasi.
Di samping itu, ada fokus yang kuat pada peningkatan kesadaran publik dan pendidikan mengenai praktik berkelanjutan. Lokakarya dan forum kolaboratif bertujuan untuk melibatkan bisnis dan komunitas lokal dalam memahami manfaat dan tanggung jawab berpartisipasi dalam pasar karbon. Pemerintah menekankan bahwa keterlibatan semua orang sangat penting untuk keberhasilan inisiatif ini.
“Melibatkan publik dalam misi ini adalah kunci, karena dampak iklim mempengaruhi semua orang,” catat Ary Sudjianto.
Sebagai bagian dari langkah-langkah ini, Indonesia akan meluncurkan peta jalan terperinci untuk kerangka perdagangan karbonnya, yang menjanjikan pendekatan terstruktur untuk mencapai tujuan iklim yang telah ditetapkan. Peta jalan ini mencakup kriteria untuk dasar emisi, pengurangan yang ditargetkan, dan tindakan spesifik untuk mencapai ambang batas yang diuraikan dalam kerangka regulasi yang akan datang.
Melihat ke depan, strategi aksi iklim Indonesia tidak hanya bertujuan untuk mengurangi emisi tetapi juga berfokus pada meningkatkan ketahanan ekonomi nasional terhadap dampak iklim. Pemerintah berencana untuk menerapkan langkah-langkah adaptif yang akan memperkuat komunitas terhadap bencana terkait iklim sambil mempromosikan praktik ekonomi yang berkelanjutan.
Dengan memposisikan dirinya sebagai pelopor dalam respons iklim berbasis pasar, Indonesia tidak hanya berusaha memenuhi kewajiban internasionalnya tetapi juga bertujuan untuk mendorong inovasi dan investasi domestik menuju teknologi dan praktik hijau. Dengan demikian, pengalaman Indonesia dapat menjadi model bagi negara-negara berkembang lainnya yang menghadapi tantangan iklim serupa.
Kesimpulannya, persimpangan antara ambisi ekonomi dan tanggung jawab lingkungan menandai babak baru dalam strategi pembangunan Indonesia. Dengan regulasi yang solid, kerja sama antarsektor yang kuat, dan penekanan pada investasi berkelanjutan, Indonesia siap memimpin langkah menuju masa depan yang tangguh dan berkelanjutan di skala global. “Kami melihat ini sebagai peluang untuk mengangkat Indonesia di panggung dunia,” tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani, menekankan peran pelopor Indonesia dalam ekonomi karbon global.
Dalam dunia yang saling terhubung dan menghadapi tantangan iklim yang mendalam, langkah proaktif Indonesia dalam membangun pasar karbon sangat penting bukan hanya untuk kemajuan nasional tetapi juga untuk berkontribusi pada kesehatan planet secara keseluruhan. Saat lebih banyak negara mencari jalur berkelanjutan ke depan, perkembangan Indonesia dalam penetapan harga dan perdagangan karbon sangat mungkin mempengaruhi kebijakan iklim global selama bertahun-tahun yang akan datang.